kawan yang sendirian, lawan yang kesepian

Thursday 1 October 2020


Jalan Belokan Kiri Wonosalam-Jombang / Foto : Rusdiyan Yazid



Perhatikan pikiranmu, karena berdampak pada tindakanmu. Perhatikan tindakanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu. Perhatikan kebiasaanmu, karena akan membentuk karaktermu. Perhatikan karaktermu, karena akan menjadi takdirmu.

Kutipan diatas adalah hasil buah pikir dari Lao Tzu. 


Saat membaca kutipan diatas, rasanya sebuah pertanyaan terjawab. Bagaimana takdir menghampiri saya? Atau apa takdir saya sesungguhnya? Pertanyaan ini yang membawa saya pada ingatan apa-apa saja yang sudah saya putuskan, sudah saya lakukan, sudah terjadi dan sudah saya hadapi. Rasa-rasanya apa yang melekat pada saya hari ini adalah benar akumulasi seperti dari perkataan Lao Tzu tersebut. Takdir ku adalah bagamana diriku berpikir, bertindak, dan baru ku sadari menjadi kebiasaan hingga karakter.


Tentu saja takdir juga lengkap dengan konsekuensi-konsekuensinya karena takdir berasal dari pilihan-pilihan hidup. Dan, konsekuensi inilah yang seringkali luput dari pemahaman sebab-akibat, akhirnya yang terjadi adalah penolakan, setres, depresi dan rasa gamang pada hidup ku sendiri. Karena semula takdir seperti sesuatu yang berasal dari luar diri, bersifat rahasia, dan bukan kuasa diri. Pikiran seperti ini yang membuat diri rasanya mudah menyalahkan keadaan, menyalahkan takdir, saat segala sesuatunya tak seperti harapan, bahkan terasa sekali hidup tak pernah adil.


Padahal hidup memang tak pernah adil jika kita semakin mencari keadilan hidup. Hidup bukan untuk mencari keadilan, tapi hidup untuk memberikan rasa adil. Seperti burung yang tak menuntut keadilan pada ikan yang hidup di air, atau sebaliknya. 


Tapi bagaimana jika apa yang saya lakukan tak seperti apa yang aku katakan, apa yang ku katakan tak seperti apa yang ku pikirkan? Ya mungkin takdir akan lebih lunak, hidup lebih enak. Kamu bisa membohongi diri sendiri, kamu bisa membuat orang tertarik dengan kemasan atau tampilanmu. Tapi dengan begitu, itu adalah dirimu, itu adalah karaktermu. Kamu akan sibuk melakukan manipulasi-manipulasi timbang memperbaiki diri; melaraskan pikiran, perkataan, dan perbuatan. Agar apa? Agar terlihat memiliki takdir yang baik. Tapi sesungguhnya bagaimana? Ada yang menderita, tapi banyak yang terlena.


Yang bisa saya lakukan tentulah hanya berusaha menyelaraskan isi kepala, mulut, dan kata hati. Persoalan takdir, saya hanya bisa bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Sambil terus belajar tentang kehidupan, tentang bagaimana menjadi diri sendiri tentu dengan segala keterbatasan dan kekurangan saya. Karena barangkali lebih bijak jika saya memacu dan menuntut keselarasan diri daripada menuntut takdir saya sendiri. 

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.