kawan yang sendirian, lawan yang kesepian

Friday 2 October 2020




Memilih keluar dari pekerjaan, jadi pengangguran, hanya karena bayaran kecil? Iya, saya putuskan ini saat pandemi covid-19, karena melihat kondisi perusahaan juga yang sepi dan bertepatan dengan bulan dimana saya bertunangan. Padahal ada rencana pernikahan beberapa bulan lagi, ada biaya kontrakan yang harus dibayar, dan lain-lain. 


Praktis, kesibukan atau rutinitas saya hanyalah jualan tembakau bersama dua teman saya. Usaha ini pun masih belum menghasilkan karena masih harus melunasi biaya renovasi kios baru, dan biaya sewa kios. Tapi alhamdulillah, saya bisa membantu calon istri saya jualan, bikin kemasan, dan sekarang membantu satu teman saya di tambakoe yang merintis usaha susu. Ya, meskipun dua hal tersebut juga belum tentu hasilnya. 


Namun, ada beberapa kali project yang saya terima bisa membuahkan hasil. Satu bisnis jalan, dua usaha rintisan yang saya ikut membantu, dan beberapa project rasanya belum cukup untuk menabung. Seiring dengan itu usaha mencari pekerjaan pun saya lakukan. Meskipun, kali ini saya mencari pekerjaan yang gajinya yang lebih tinggi dari gaji di pekerjaan yang kemarin. Tapi, sampai sekarang belum ketemu. 


Sampai suatu saat satu teman saya di tambakoe bertanya; Kenapa gak cari kerja yang ada saja? Yang penting gaji pasti, meskipun kecil. Kata teman saya. 

Saya diam sejenak, kemudian saya menjawab; Saya lebih baik gak kerja, daripada kembali bekerja tapi dapat gaji sedikit. Kemudian teman saya diam, saya juga terdiam.


Dalam hati saya mencoba merenungkan apa yang barusan saya omongkan. Saya teringat saat mempertimbangkan untuk keluar dari pekerjaan. Menurut saya saat pandemi inilah saat yang tepat untuk memulai sesuatu yang baru; bisnis, usaha, atau mungkin pekerjaan. Karena kondisi sedang tak baik-baik saja. Akibat pandemi corona ini banyak orang di PHK, banyak usaha sepi sampai gulung tikar. Orang harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru. Jadi kondisi-kondisi ini yang membuat orang lebih banyak maklum. 


Sebelum saya memutuskan keluar dari pekerjaan, saya sudah pikirkan matang-matang. Melihat kondisi perusahaan yang juga serba sulit. Bahkan beberapa karyawan sempat di rumahkan beberapa bulan. Kondisi dan keadaan seperti ini yang membuat saya semakin bulat untuk resign dari perusahaan. Namun, ternyata semua juga tak mudah. 


Saya sadar, saya hanya lulusan SMA. Saya juga berada di perantauan, hampir setahun. Termasuk orang baru sebagai pendatang. Jadi memiliki pengalaman kerja sebanyak apapun rasanya tak terlalu berimbas. Di saat inilah rasanya saya benar-benar bergantung dengan relasi. Terutama kepada satu lingkaran pertemanan. 


Saya termasuk orang yang jika sudah bekerja, minimal tiga bulan saya tak boleh resign. Dan jika sudah bekerja di satu perusahaan, bekerja 8 jam. Saya tak bisa multitasking, mencari peluang misalnya, atau mencari kerja, apalagi memulai usaha. Saya tipikal orang yang selesaikan dulu di satu perusaah / resign baru mencari lowongan pekerjaan yang lain. 


Begitulah, ada perasaan khawatir jika sudah bekerja di perusahaan dengan gaji yang pas-pasan. Maka saya tak lagi bisa mengusahakan pekerjaan yang lain. Kenapa? Karena tenaga dan waktu saya lebih banyak untuk bekerja, dan istirahat. Maka dari itu, saya lebih nyaman menganggur, menyediakan waktu untuk diri sendiri. Meskipun tak ada pendapatan yang pasti namun rasanya tanggung jawab saya hanya kepada diri saya sendiri. Bukan bertanggung jawab untuk perusahaan orang lain. Membuat saya jauh lebih luwes, tak ada lagi perasaan bergantung dengan perusahaan, berharap pada perusahaan, jiwa rasanya lebih merdeka.


Barangkali saya ini memang aneh atau bodoh. Seperti yang dilontarkan teman saya ketika saya memutuskan resign. “Saat pandemi kayak gini, menurutku lebih baik jangan resign.” Kata temenku. “Orang yang di PHK saja banyak yang pengen pekerjaan kok.” Lanjutnya.


Jadi biarlah saya aneh dan bodoh. Dan semoga di masa yang akan datang saya bisa terus belajar dan berbenah. 

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.