kawan yang sendirian, lawan yang kesepian

Sunday 25 February 2024

Sebelum Berfikir, Apalagi Bicara Dan Bertindak. Ternyata Ada Satu Hal Yang Penting. 

Dan, ini baru saya renungkan setelah berusia 30 tahun lebih. Apa itu?

Manusia itu seperti binatang yang memiliki insting, namun faktanya seringkali saya mengabaikannya. Terutama saat bermasalah dengan manusia lain, atau dengan diri sendiri. Hal ini lah yang seringkali membuat saya melakukan kesalahan-kesalahan bahkan sebelum berfikir. Karena yang membedakan manusia dengan makhluk lain di dunia ini adalah karunia akalnya. Bahkan untuk menjadi manusia yang unggul bergantung pada bagaimana kemampuan kita mengelola insting yang dekat dengan nafsu dan emosi.

Fatalnya, seringkali saya masih mengabaikan faktor insting ini, menganggap bahwa semua insan mampu mendaya gunakan akalnya, tidak terkecuali orang terdekat bahkan diri sendiri. Sehingga, banyak hal-hal yang kacau bersumber pada ketidaktepatan mengurai asal muasal masalahnya. Banyak hal saya pikir sumber masalahnya ada pada orang lain, namun ternyata saya keliru. Manusia dengan insting tak bisa disalahkan karena itu adalah kodrat, sunnatullah.  Manusia insting tentu tidak bisa dianggap cacat logika, atau tidak masuk akal, dan sesat pikir lainnya karena memang tidak menggunakan akalnya. Dan itu tentu saja manusiawi.

Saya ini termasuk orang yang barangkali jumawa atau sombong, karena tidak pernah melihat insting sebagai asal muasal dari berbagai macam peristiwa besar maupun kecil dalam sehari-hari. Padahal, barangkali hampir dari kehidupan kita setiap hari didominasi atau disetir oleh insting, belum sampai pada pendayagunaan akal.

Atau malah sebaliknya, saya terlalu disetir oleh insting yang disebut Freud sebagai Id, sehingga hasrat merasa benarlah yang dominan, sedangkan orang lain yang sama-sama menggunakan insting saya sebut salah. Dan sialnya saya merasa berlogika benar, sedang yang lain berlogika salah. Padahal ini adalah perihal insting (id), belum sampai pada penggunaan akal.

Bisa jadi malah keduanya saya lakukan. Saya menghilangkan faktor insting karena disetir insting yang menjadikan saya membuat perangkap untuk saya sendiri yaitu; belenggu logika palsu. Seolah-olah pandai berfikir tapi ternyata masih bodoh. Yakin telah mendayagunakan akal ternyata hanyalah hasrat semata.

Heu Heu heu .. Dari kesadaran kecil ini, saya kemudian berkeinginan untuk kembali belajar tentang insting. Karena bagaimana saya bisa mengelolanya kalau saya sendiri tidak mengenalnya, tidak memahaminya, bahkan menganggapnya mudah atau sepele. Karena fitrah kita yang mendasar adalah insting, dan akal sebagai pembeda. Maka sudah semestinya sebelum memperluas akal, ada insting yang telah terbentang luas untuk kita kenali dan pahami.

Jadi hal yang mendasar sebelum akal pikiran adalah insting kita. Kembali ke insting akan jauh membuat akal bekerja lebih mudah. Karena kita tau pasti, akal kita sedang bekerja mengelola insting kita. Dan kita akan mudah mengetahui bahwa orang lain sedang menggunakan akalnya atau tidak. Sehingga kita mampu memahami atau memanusiakan manusia sebagaimana manusia. “Jadi ini insting atau akal?” sepertinya akan jadi kalimat yang akan sering saya gunakan. Heu

 

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.